L
KOTAWARINGIN BARAT, iNewsKobar.id - Kasus perceraian di Kabupaten Kotawaringin Barat tergolong tinggi. Selama 2023, ada 761 kasus perceraian yang masuk di Pengadilan Agama Pangkalan Bun kelas 1B.
Dari jumlah tersebut, cerai talak 177 kasus dan cerai gugat 584. Sedangkan untuk permohonan yang masuk sebanyak 118.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kelas 1B Pangkalan Bun Muhammad Sulaiman mengatakan, selama persidangan di tahun 2023, pemicu perceraian ada beberapa faktor. Meliputi perselisihan atau percekcokan berujung perceraian 295 kasus.
Kemudian, urutan kedua dilatarbelakangi salah satu pihak meninggalkan pasangannya akibat tidak ada kecocokan sebanyak 221 kasus.
Selain itu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga menjadi salah satu penyebab perceraian, yakni 12 kasus. Alasan lain, faktor ekonomi dan lain sebagainya.
Dilihat dari tingkat pendidikan, dari 761 kasus perceraian, paling mendominasi lulusan SMA ke bawah. Namun Sulaiman belum merinci data jumlah tersebut.
”Kalau sesuai data yang kita tangani, rata-rata lulusan SMA ke bawah. Namun, apakah hal itu ada korelasi antara mudahnya terjadi perceraian dengan tingkat pendidikan, saya tidak berani menyimpulkan, tetapi memang yang paling mendominasi adalah lulusan SMA ke bawah,” katanya.
Ia menjelaskan, proses mediasi dalam setiap pengajuan gugatan selalu dilakukan, meskipun tidak pada semua kasus. Banyak juga yang mengajukan perceraian, namun jadwal sidangnya tidak pernah dihadiri salah satu pihak.
”Untuk yang kami mediasi ada 62 kasus, sedangkan yang berhasil hanya 22 kasus saja.”
Menurut Sulaiman, pernikahan merupakan sebuah ikatan yang sangat sakral. Maka, dalam agama pun perceraian merupakan perbuatan yang dibenci Allah SWT, meskipun diperbolehkan.
Pengadilan Agama sangat selektif dan tidak serta merta menerima pengajuan gugatan jika tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan.
Termasuk juga ada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2022, Rumusan Kamar Agama Nomor 1 huruf a.1 yang di dalamnya mensyaratkan, harus berpisah terlebih dahulu minimal enam bulan.
Peraturan ini juga bisa memberikan jangka waktu agar benar-benar berfikir matang sebelum mengajukan perceraian di Pengadilan Agama.
”Surat edaran itu kami akui efektif untuk menunda, tetapi tidak membatasi. Minimal dalam jeda waktu itu ada jangka waktu berpikir sebelum mengajukan gugatan. Selain itu, agar juga tidak sedikit-sedikit langsung mengajukan gugatan perceraian.”
Editor : Sigit Pamungkas