Haji Ilegal Tetap Sah Jika Rukun dan Syaratnya Terpenuhi, Tapi Pelakunya Berdosa!

KOTAWARINGIN BARAT, iNewsKobar.id - Dugaan PT Alkamila Pangkalan Bun memberangkatkan puluhan warga secara ilegal untuk berhaji karena tidak mengikuti aturan administrasi di Indonesia, apakah hajinya sah?
Sah jika rukun dan syaratnya terpenuhi. Yang paling wajib adalah melaksanakan wukuf di Arafah. Ritual ini dilakukan pada 9 Zulhijah atau bertepatan dengan hari Arafah.
“Jika 28 orang yang katanya bisa masuk ke Meklah dan bisa menjalankan wukuf di Arafah itu hajinya tetap sah, tapi tetap nanti 28 orang ini harus ditanya dulu ikut Wukuf atau tidak. Namun kalau yang 13 orang tertahan di Jeddah ini jelas tidak bisa dikatakan hajinya sah,” ujar seorang sumber yang ahli ilmu haji yang diwawancarai iNewsKobar.id, Senin 9 Juni 2025.
Menurut penjelasan dalam Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah 2025 terbitan Kementerian Agama (Kemenag) RI, secara bahasa wukuf artinya berhenti. Adapun, menurut istilah wukuf adalah berhenti atau berdiam diri di Arafah dalam kondisi ihram antara tergelincir matahari pada 9 Zulhijah sampai terbit fajar pada 10 Zulhijah.
Wukuf termasuk rukun haji dan harus dikerjakan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,
الْحَجُّ عَرَفَة فَمَنْ جَاءَ لَيْلَةَ جَمْعِ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَقَدْ أَدْرَكَ الْحَجَّ (رواه الترميذى)
Artinya: "Haji itu hadir di Arafah. Barang siapa yang datang pada malam hari jam'in (10 Zulhijah sebelum terbit fajar) maka sesungguhnya ia masih mendapatkan haji." (HR At-Tirmidzi)
Berdasarkan informasi dari sejumlah laman daring pemberitaan nasional yang dikutip iNewsKobar.id, Wakil Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Afifuddin Muhajir pernah berkata, ibadah haji yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat tentu sah dan menggugurkan kewajibannya.
Hanya saja jamaah yang melaksanakan haji tanpa melalui prosedur formal yang ditetapkan baik Pemerintah Indonesia maupun KSA mengandung cacat.
"Apakah sah ibadah haji tanpa visa haji? Jawabannya, sah secara syariat tapi cacat dan yang bersangkutan berdosa," kata Kiai Afif seperti dikutip situs NU Online.
Kiai Afif menjelaskan, visa haji atau prosedur formal yang ditetapkan Pemerintah RI dan KSA bukan bagian dari syarat dan rukun manasik haji yang harus dipenuhi secara syariat. Visa haji atau prosedur formal merupakan faktor eksternal manasik haji sehingga tidak berpengaruh pada sah dan batalnya ibadah haji.
Oleh karena itu, haji ilegal yang dilakukan oleh seorang jamaah secara mencuri-curi tetap sah menurut syariat sejauh syarat dan rukun manasik haji terpenuhi dalam pelaksanaan ibadah hajinya.
"Haji (ilegal tanpa prosedur formal)-nya tetap sah karena visa haji bukan bagian dari syarat-syarat haji dan rukun-rukun haji. Sedangkan larangan agama yang berwujud dalam larangan pemerintah Saudi bersifat eksternal, raji' ila amrin kharijin," kata Kiai Afif.
Sementara itu, Wakil Sekretaris LBM PBNU, Alhafiz Kurniawan mengutip Antara menguatkan hal tersebut. Dia menambahkan bahwa dari sisi fikih, ibadah haji tetap sah bila rukun dan syaratnya terpenuhi. Namun, menunaikan haji tanpa mematuhi peraturan pemerintah adalah bentuk pelanggaran syariat.
Artinya, secara hukum ibadahnya sah, tapi pelakunya berdosa karena tidak menaati pemerintah-yang dalam konteks ini memiliki otoritas mengatur pelaksanaan ibadah demi kemaslahatan umat.
Di sini letak dosa jamaah haji ilegal yang menunaikan ibadah haji tanpa visa haji dan tanpa melalui prosedur formal yang ditentukan Pemerintah RI dan juga Arab Saudi.
Mengingat kompleksitas aturan dan risiko yang sangat besar, masyarakat diimbau untuk tidak tergiur tawaran berhaji tanpa antrean. Jalan pintas tidak selalu membawa keberkahan. Sebaliknya, berhaji dengan cara yang sah dan sesuai aturan akan membawa ketenangan dan penuh makna.
Jangan sampai niat suci berhaji justru berujung masalah hukum, deportasi, hingga larangan masuk ke tanah suci. Haji ilegal menjadi sorotan setelah satu WNI (Warga Negara Indonesia) meninggal.
Editor : Sigit Pamungkas