get app
inews
Aa Text
Read Next : Hujan Deras Dua Hari Sebabkan Ratusan Rumah Terendam di Kalimantan Tengah

Bendera Bajak Laut di Lautan Merah Putih: Suara yang Berkibar dari Jantung yang Sakit

Sabtu, 02 Agustus 2025 | 10:40 WIB
header img
Bendera hitam bergambar tengkorak bertopi jerami bendera bajak laut One Piece milik Monkey D. Luffy tiba-tiba berkibar di mana-mana./FOTO; ist

KOTAWARINGIN BARAT, iNewsKobar.id - Hari-hari ini, jelang HUT RI ke-80 yang seharusnya dipenuhi gegap gempita semangat merah putih, mata saya justru tertumbuk pada pemandangan yang bikin geleng-geleng kepala. Seperti jamur di musim hujan, bendera hitam bergambar tengkorak bertopi jerami bendera bajak laut One Piece milik Monkey D. Luffy tiba-tiba berkibar di mana-mana. 

Bukan di atas kapal perompak di Grand Line, tapi di atas kapal nelayan yang berderit diterpa omak, di bak truk yang mengangkut hasil bumi, di tiang listrik yang kerempeng, bahkan di ujung bambu yang tercangkup di gang sempit perkampungan.

*Pertanyaannya menggantung seperti kabut pagi di teluk:* Kenapa bendera fiksi ini jadi seviral ini? Kenapa ia muncul justru saat negeri bersiap merayakan hari jadinya yang ke-80?

pBagi saya, ini bukan sekadar trend anak muda kekinian yang kehabisan ide. Ini adalah bisik-bisik yang dibungkus kain pop culture, suara hati yang mencari corong karena merasa megafon resmi seringkali hanya memantulkan gema kosong.

 

Bagi generasi ini, bendera hitam dengan senyum lebar tengkorak itu bukan sekadar simbol bajak laut nakal. Ia adalah kode, bahasa rahasia yang mereka pahami. Sebuah jerat yang dilempar ke langit-langit harapan yang mulai retak.

Kita semua tahu, merah putih adalah kain suci yang dijahit dengan darah dan air mata pejuang. Lambang persatuan yang seharusnya menyatukan. Tapi, ketika anak-anak muda ini lebih memilih mengerek bendera Jolly Roger Topi Jerami, jangan buru-buru mencap mereka pengkhianat. 

 

Justru, mungkin ini tanda cinta yang terluka. Cinta pada Indonesia yang membuat hati mereka perih menyaksikan ketimpangan bak jurang yang makin dalam, janji-janji manis yang menguap seperti asap knalpot di jalan raya, dan keadilan yang terasa seperti harta karun yang peta-nya sengaja disembunyikan.

Seperti pemuda di TikTok yang saya lihat, suaranya lantang di tengah riuh digital, “Ini bendera kami, yang berani melawan meski dianggap kriminal!”

Di sinilah paradoksnya menganga seperti mulut goa: Di satu sisi bendera negara, di sisi lain bendera bajak laut. Tapi keduanya bisa lahir dari sumber yang sama: rasa memiliki dan kecewa yang mendalam. Protes dan cinta bisa jadi dua sisi dari koin yang sama, tergantung dari mana cahaya menerpanya.

Dalam cerita One Piece, bendera Straw Hat Pirates itu bukan simbol perompakan biasa. Ia adalah panji pemberontakan terhadap tirani yang membusuk, kain pengikat solidaritas yang kuat, dan layar yang mengembang menuju impian merdeka.

Luffy dan krunya berlayar menantang Pemerintah Dunia yang korup dan otoriter. Anak muda kita, dalam imajinasinya, mungkin merasa seperti sedang berlayar di lautan Indonesia yang kadang diwarnai badai kebijakan yang tak berpihak, melawan ‘pemerintah’ yang terasa jauh bagai pulau di seberang horizon.

Kalau ada pejabat yang buru-buru menyulut api, menyebut ini provokasi atau benih makar, saya cuma bisa tersenyum kecut. 

Memahami gelombang bukan dari buih di permukaan, Pak. Tapi dari arus dalam yang menyembunyikan gunung es kekecewaan.

Setiap simbol punya narasinya sendiri. Setiap kibaran bendera, sekalipun hitam dan bergambar tengkorak, bisa jadi adalah puisi protes yang tak terbaca oleh mata birokrat yang sibuk mematuhi protokol bagai mesin tik tua.

Mari kita pelan-pelan, seperti menyeduh kopi tubruk yang baik. Slow thinking, mungkin istilahnya. Dekati, dengar dengan telinga hati, jangan terburu menghakimi dari menara gading kekuasaan. 

Andai ada ruang dialog yang terbuka lebar, bukan pintu yang dikunci dengan kawat berduri ancaman, mungkin luka itu bisa diobati sebelum bernanah.

Bayangkan kontrasnya: di Istana, pesta pora kemerdekaan dengan hidangan mewah dan karnaval gemerlap. Di jalanan, di gang-gang sempit, bendera hitam itu berkibar pelan, seolah berbisik, Persatuan macam apa ini, kalau yang kecil masih sering terinjak-injak seperti semut di tengah keramaian?”

Saya tahu, banyak yang risih. Merah putih seharusnya mendominasi pandangan. Tapi bendera bajak laut yang viral ini, ia adalah cermin retak yang memantulkan realita yang tak bisa lagi ditutupi kain sutra. Ia adalah suara yang tak ingin tenggelam dalam gegap gempita seremoni resmi. Ia adalah jeritan sunyi yang meminjam mulut kartun agar bisa terdengar.

Mereka yang mengerek bendera Luffy ke langit Jakarta, Surabaya, atau Medan, sebenarnya hanya ingin satu hal sederhana yang rumit: keadilan yang bukan sekadar kata di pidato, tapi nasi yang hangat di meja makan.* Harapan yang bukan janji manis di udara, tapi jalan aspal yang mulus menuju sekolah. 

Mereka meminjam simbol fiksi karena bendera merah putih terasa terlalu berat untuk dikibarkan dengan tangan yang lelah dan hati yang luka. Seolah kain sakral itu hanya boleh disentuh oleh mereka yang tak punya noda kekecewaan.

Saya berharap, suatu pagi nanti, bendera merah putih bisa berkibar dengan gagah, tanpa perlu ada yang merasa harus ‘mencuri’ bendera lain untuk menyuarakan isi hatinya.

Saat keadilan bukan lagi harta karun yang harus dicari dengan susah payah, tapi udara yang bisa dihirup bebas oleh setiap insan. Saat pemerintah dan rakyat benar-benar satu perahu, mendayung bersama menuju pulau impian, tanpa saling curiga seperti kucing dan tikus di lumbung padi.

Sambil menyeruput kopi pahit terakhir, saya merenung: Kemerdekaan sejati bukan sekadar hak mengibarkan bendera, tapi hak untuk didengar suaranya, sekencang apapun atau sesunyi apapun itu. Bangsa ini terlalu berharga untuk dibungkam jeritannya, terlalu indah untuk diabaikan lukanya.

Kalau Luffy dan krunya bisa berlayar melintasi Grand Line mencari  One Piece, harta karun sejati berupa kebebasan dan mimpi mengapa kita tidak bisa berlayar bersama di lautan Nusantara ini mencari harta karun bernama ‘keadilan sosial’?

Lagipula, yakinlah, Luffy pun pasti bakal marah kalau benderanya cuma dipakai sebagai simbol kekecewaan tanpa solusi. Dia itu pahlawan yang membela yang lemah, bukan preman yang cuma bikin onar.

Jadi, sebelum lidah tergelincir menyebut “makar” atau “provokasi”, mari kita tarik napas panjang. *Kadang, bendera bajak laut yang berkibar di tengah lautan merah putih itu, tak lebih dari sebuah puisi protes. Bahasa baru generasi muda. Dan kita, yang sudah beruban, perlu belajar lagi membuka kamus hatinya. 

Editor : Sigit Pamungkas

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut