NUNUKAN, iNewsKobar.id - Dewi Sartika (41), warga Nunukan, Kalimantan Utara, tak pernah menyangka bahwa ibadah haji pertamanya justru menjadi pengalaman yang penuh ketakutan, kelelahan, dan kecemasan.
Dewi menjadi salah satu dari 29 jemaah yang berangkat haji lewat travel tak berizin yang menggunakan visa pekerja. Ironisnya, agen travel tersebut adalah teman dekatnya sendiri.
“Karena murah dan tidak menyangka akan ditipu oleh teman yang sudah saya kenal, makanya saya ikuti saja arahannya,” ujar Dewi saat menceritakan kisah pahitnya pada Rabu (9/7/2025).
Dewi mengaku tertarik dengan tawaran harga murah dari NR, temannya yang mengaku bisa memberangkatkan haji tanpa harus menunggu antrean panjang.
Ia kemudian membayar Rp200 juta dari total tagihan Rp240 juta yang dijanjikan. Namun, setelah kembali dari Arab Saudi, Dewi justru makin dibuat kecewa.
NR terus-menerus mengirimkan pesan tagihan tambahan sebesar Rp40 juta.
“Jadi tarif yang dikenakan NR itu Rp240 juta. Saya baru membayar Rp200 juta. Sebenarnya saya berusaha ikhlas meski di Saudi sana, saya terus-terusan sembunyi takut dilihat polisi. Tapi karena ditagih terus, saya marah dan melapor kasus dugaan penipuan ke polisi,” ujarnya.
Dari Biometrik Jakarta ke Visa Packaging Worker, Semua Janggal Tapi Terlanjur Ikut
Dewi mengaku awalnya mulai merasa curiga ketika diminta melakukan proses biometrik di Jakarta. Hal tersebut tak lazim dilakukan untuk jemaah haji reguler. Namun karena bujukan NR dan keyakinannya bahwa teman tak mungkin menipu, ia tetap mengikuti semua prosedur yang diarahkan.
“Sempat juga teman bertanya, buat apa biometrik di Jakarta. Nah, tidak ada itu Jakarta (Kemenag) kasih keluar visa haji. Tapi biaya murah tetap jadi tawaran menggiurkan untuk berangkat ke Tanah Suci,” tuturnya.
Setelah dua pekan tertahan di Surabaya menunggu visa, Dewi baru tahu jenis visa yang digunakan. Tertulis jelas “packaging worker” alias visa untuk pekerja. Tapi karena puluhan orang sudah siap berangkat, ia ikut saja.
“Saya juga tidak paham karena tulisan visa itu bukan bahasa Indonesia,” imbuhnya.
Perjalanan mereka pun sangat tidak biasa. Berangkat dari Nunukan pada 14 Mei 2025, kelompok ini tertahan empat hari di Tarakan, lalu diterbangkan ke Surabaya.
Setelah menunggu di Surabaya, mereka terbang ke Batam, menyeberang ke Singapura, naik bus menuju Penang (Malaysia), dan kemudian terbang ke Abu Dhabi, Riyadh, lalu Jeddah.
Di Jeddah, tantangan sesungguhnya dimulai. Karena tak punya visa resmi haji, Dewi dan rombongan harus disembunyikan dalam bagasi bus untuk lolos dari pantauan petugas.
“Di sana, kami disembunyikan dalam bagasi barang bus besar. Kita 29 orang meringkuk dan hanya diam di dalam bagasi,” katanya.
Sembunyi Sepanjang Haji, Wukuf Diam-diam Tengah Malam
Saat tiba di Makkah, Dewi dan rombongannya tidak diizinkan keluar dari penginapan. Mereka bahkan dilarang mengintip keluar jendela, dengan gorden kamar harus selalu tertutup rapat. Mereka tinggal seperti pelarian, takut setiap saat akan ditangkap karena menyalahgunakan visa.
“Kami pernah diturunkan sopir bus katanya sampai Arafah tapi tidak tahu di mana. Jadi kondisi kami dimanfaatkan betul oleh mereka,” ungkap Dewi.
Puncak penderitaan terjadi saat wukuf di Arafah. Mereka tidak bisa ikut wukuf pada waktunya bersama jemaah resmi karena khawatir ketahuan. Mereka baru keluar malam hari, saat petugas keamanan sudah tidak banyak.
“Bahkan saat wukuf, kami keluar setelah jemaah haji di Arafah selesai. Saat petugas keamanan tinggal sedikit, dan kami buka sendiri portalnya, baru melaksanakan wukuf,” katanya.
Dewi sadar, apa yang dilaluinya tidak sesuai rukun haji. Ia merasa ibadahnya banyak kekurangan. Karena itu, ia bertekad untuk memperbaikinya dengan mendaftar umrah ke travel resmi.
“Sudah cukup yang kemarin jadi pelajaran. Saya segera lapor kasus ini ke polisi, supaya tidak ada korban lain,” ujarnya.
Travel yang memberangkatkannya menurut pengakuan Dewi tak memiliki izin resmi. Ia menyebut total 29 orang diberangkatkan oleh NR dari berbagai provinsi. Semua mengalami kondisi serupa, harus bergerak sembunyi-sembunyi dan tidak mendapat hak layaknya jemaah haji.
Kini, Dewi berharap laporannya bisa mengungkap praktik curang ini dan mencegah jatuhnya korban baru. Ia menyesal sudah mempercayai tawaran “haji murah” tanpa mengecek legalitas agen yang memberangkatkan. (himpuh.or.id)
Editor : Sigit Pamungkas
Artikel Terkait