Kunci Rumah Dijual, Demi Diskon Belanja: Ironi Kedaulatan Data Indonesia

Suhadi Tholib
AS dengan bebas menjajakan dagangannya di sini tanpa bea, sementara produk kita ke sana masih terbebani tarif 19%./FOTO: ist

KOTAWARINGIN BARAT, iNewsKobar.id - Hari ini, udara terasa panas dan lebih lebih berat. Bukan karena polusi atau kemarau, tapi karena kabar dari seberang Samudera Pasifik. *Seperti pedagang kecil yang dipaksa membuka gerobaknya lebar-lebar sementara tetangga besar hanya melirik sambil menggenggam erat kunci gudangnya*, itulah kesan yang muncul dari kesepakatan dagang kita dengan Amerika itu. AS dengan bebas menjajakan dagangannya di sini tanpa bea, sementara produk kita ke sana masih terbebani tarif 19%. Trump, dengan senyum khasnya yang seperti *matahari terbit di atas pabriknya sendiri*, menyebut ini "terbaik untuk rakyat Amerika." Ya, tentu saja. Siapa yang tak senang dapat pasar bebas?

Tapi, ada satu bagian dari kesepakatan ini yang membuat bulu kuduk merinding. *Bagai harta karun yang disembunyikan di balik tumpukan dokumen tarif*, Gedung Putih mengumumkan: Indonesia setuju mengalirkan data pribadi warganya ke server-server di Amerika. *Data kita!* Bukan sekadar angka atau nama, tapi denyut nadi kehidupan digital kita. *Ini bukan remahan roti yang terserak, tapi lumbung gandum utuh yang berpindah gudang.*

*Kekhawatiran pun meruyak seperti asap dari cerobong pabrik yang baru saja dinyalakan:*

1.  *Nilai yang Tak Terkira:* Data pribadi di era ini *bukan lagi debu di rak arsip, melainkan emas batangan di gudang digital.* Nilainya luar biasa! Pola belanja, riwayat kesehatan, lokasi, preferensi, bahkan sidik jari dan wajah kita – ini adalah potret paling intim dan bernilai dari sebuah bangsa. Menyerahkannya begitu saja? *Ini bagai menjual peta harta karun sebelum kita sempat menggali sendiri.*

2.  *Kedaulatan yang Tergerus:* Data adalah bagian dari kedaulatan digital. Ketika data kita mengalir deras ke server Amerika, *siapa yang memegang kendali kerannya?* Apakah hukum Indonesia masih bisa menjangkau dan melindungi data itu di sana? Ataukah ia akan menjadi *burung yang terbang jauh, lepas dari sangkar perlindungan negeri sendiri?*

3.  *Potensi Penyalahgunaan yang Menganga:* *Server-server di sana bukanlah benteng yang tak tertembus.* Risiko peretasan, penjualan data, hingga penggunaan untuk kepentingan intelijen asing yang mungkin bertentangan dengan kepentingan nasional kita adalah jurang dalam yang nyata. *Data kesehatan kita bisa jadi alat untuk menaikkan premi asuransi secara diskriminatif.* Data finansial bisa menjadi sasaran empuk penipuan yang terstruktur. *Kita seperti menitipkan anak ayam kita ke kandang serigala, lalu berharap ia pulang dengan selamat.*

4.  *Ketimpangan yang Mencolok:* Amerika sangat ketat melindungi data warganya sendiri (lihat regulasi seperti CCPA di California). Namun, dalam kesepakatan ini, kita justru membuka pintu lebar data kita ke mereka? *Ini bagai membiarkan tetangga memagar kebunnya dengan tembok beton, sementara pagar kebun kita diganti dengan anyaman bambu yang renggang.* Di mana prinsip resiprokal? Di mana perlindungan yang setara?

5.  *Masa Depan yang Rentan:* Data adalah bahan bakar kecerdasan buatan dan pengambilan keputusan strategis. Jika data bangsa kita dikuasai asing, *kita bukan hanya kehilangan "minyak mentah" digital, tapi juga potensi untuk mengolahnya menjadi "bensin" inovasi dan kemajuan bangsa sendiri.* Kita akan terus menjadi konsumen, bukan pemilik masa depan.

Pemerintah, jangan gegabah! *Jangan terjebak dalam pesta kembang api tarif nol persen, sementara di bawah panggung, harta karun bangsa sedang diangkut diam-diam.* Kesepakatan dagang itu penting, tapi jangan sampai dibayar dengan kehilangan kedaulatan atas data pribadi rakyatnya sendiri.

*Perlindungan data pribadi bukan sekadar urusan privasi, ia adalah benteng terakhir kedaulatan digital kita di abad ini.* Mengobralnya dalam kesepakatan adalah langkah yang berisiko tinggi, seperti *menjual kunci rumah kita untuk mendapat potongan harga belanja bulanan.*

Negosiasikan ulang! Perjelas jaminan perlindungan yang konkret dan setara! Bentuk mekanisme pengawasan yang independen dan kuat! *Jangan biarkan data rakyat Indonesia mengalir deras seperti sungai yang kehilangan tebingnya, hanya untuk memuaskan dahaga industri di seberang lautan.*

Karena sekali data itu pergi, sulit untuk menariknya kembali. *Dan masa depan bangsa, yang dibangun dari bit-bit data warganya, bisa jadi bukan lagi milik kita sepenuhnya.* Apakah kita mau menjadi bangsa yang kaya data, tetapi miskin kedaulatan atasnya?

Editor : Sigit Pamungkas

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network