Pagar Kawat Berduri di Depan Bank: Kebijakan PPATK yang Membuat Rakyat Nyeri Hati

Suhadi Tholib
Komentar netizen soal kebjiakan PPATK terbaru yang bisa memblokir rekening masyarakat jika mengendapkan uang minimal 3 bulan di bank./FOTO: ist

KOTAWARINGIN BARAT, iNewsKobar.id - PPATK bergerak cepat. Tindakannya membuat pasar keuangan Indonesia bergetar. Saham-saham bank besar pun ikut limbung, berguguran di lantai bursa. Tapi, yang lebih mengguncang justru terjadi di lapisan masyarakat paling bawah. 

Di warung-warung kopi, di ruang-ruang keluarga, di kolom komentar media sosial, terdengar suara-suara sumbang. Kekecewaan. Kemarahan. *Kebijakan membekukan sementara ratusan ribu rekening dormant (tak aktif) oleh PPATK ini seperti pagar kawat berduri yang tiba-tiba dipasang di depan pintu bank.*

PPATK tentu punya dalih kuat. Mereka bersandar pada UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Tujuannya mulia: *melindungi kepentingan umum, memotong praktik jual beli rekening untuk kejahatan.* Mulia sekali. Siapa yang tidak setuju memberantas perjudian online, penipuan, atau korupsi? Semua orang mengangguk.

Tapi, masalahnya bukan pada niat. *Masalahnya pada cara.* Pada skala. Pada dampak yang seperti pukulan palu godam ke kepala rakyat kecil yang sedang berusaha hidup lurus dengan menabung.

Lihatlah jeritan di media sosial, cermin nyata kegelisahan rakyat. Akun @valevalerie mempertanyakan akal sehat pembuat aturan: "Heran ya, padahal ada orang yang sengaja nabung untuk Pendidikan anak di masa depan dari anak masih bayi... Ada yang nabung untuk jaminan hari tua, atau simpanan untuk jaga-jaga khawatir jika tiba-tiba sakit parah..." Bukankah ini gambaran ideal masyarakat hemat, yang diajarkan sejak SD?

Atau suara lirih @nugo1508, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI): "Gue salah satunya, ya Allah emang gak seberapa tapi kalau lagi darurat kan lumayan bisa kirim untuk keluarga di rumah... Sebagai PMI gue merasa pemerintah udah terlalu salah." Bayangkan! Tenaga kerja yang mengais rezeki di negeri orang, menyisihkan rupiah demi keluarga di kampung, tiba-tiba pintu tabungannya dikunci! *Bukan karena dia salah, tapi karena rekeningnya dianggap "terlalu baik", tidak pernah dipakai.*

Dan @mrs._hilda menohok tepat di jantung masalah: "Gak masuk akal laa kebijakannya. Arti Nabung itu apa? Kan simpan uang... Sebagian besar memang mempunyai rekening semata-mata untuk MENABUNG dalam artian MENYIMPAN uang di Bank sebagai dana cadangan..." *Benar! Esensi menabung adalah menyimpan, bukan memutar uang.* Rekening tabungan biasa bukan rekening giro yang harus sibuk setiap hari.

PPATK mungkin merasa sedang membersihkan sarang tikus. Tapi, yang terinjak-injak justru ayam-ayam peliharaan rakyat. *140.000 rekening!* Angka yang fantastis. Berapa banyak keluarga yang tiba-tiba terpukul? Berapa banyak rencana masa depan yang buyar? Berapa banyak kepercayaan yang retak?

*Inilah yang paling berbahaya: erosi kepercayaan.* Ketika rakyat mulai bertanya, "Amanahkah uang saya di bank?", maka fondasi perbankan kita mulai keropos. Ketika isu "rush" (penarikan dana besar-besaran) mulai bergema di media sosial, itu bukan sekadar omong kosong. Itu adalah alarm nyata. 

Jika pemerintah dan otoritas tidak segera bertindak bijak, memberikan penjelasan yang memuaskan dan solusi yang manusiawi, bukan tidak mungkin kita menyaksikan krisis kepercayaan yang berujung pada kepanikan. 

 

Bank-bank, terutama yang kecil, bisa kolaps dibuatnya. *Bukan karena kredit macet, tapi karena kebijakan yang terkesan gegabah dan tidak mempertimbangkan denyut nadi kehidupan rakyat kecil.*

PPATK perlu diingatkan: *Memerangi kejahatan itu wajib, tetapi jangan sampai perang itu menghancurkan kehidupan orang-orang tak bersalah.* Mencegah pencucian uang itu penting, tapi jangan caranya membuat rakyat yang menabung untuk pendidikan anaknya justru menangis karena dananya tak tersentuh.

*Pemerintah dan PPATK harus segera:*

1.  *Berbicara Jelas dan Meyakinkan:* Jelaskan ke publik secara transparan, tanpa jargon teknis yang membingungkan. Mengapa langkah drastis ini perlu? Apa parameternya? Kenapa tidak bisa lebih halus?

2.  *Memperbaiki Metode:* Apakah tidak ada cara yang lebih cerdas, lebih presisi, yang hanya menyasar rekening-rekening *benar-benar* mencurigakan, bukan sekadar "tak aktif"? Teknologi seharusnya bisa membantu identifikasi yang lebih akurat.

3.  *Menyediakan Jalur Pemulihan yang Mudah dan Cepat:* Prosedur untuk mencairkan kembali rekening yang dibekukan secara salah harus sangat sederhana, cepat, dan tidak berbelit. Jangan tambah beban rakyat yang sudah susah.

4.  *Belajar dari Suara Rakyat:* Dengarkan keluhan di media sosial. Itu bukan sekadar emosi, itu suara hati nurani warga negara yang merasa hak dasarnya diinjak-injak.

 

*Membangun sistem keuangan yang sehat tidak boleh dengan mengorbankan kepercayaan dasar rakyat terhadap perbankan.* Membekukan rekening dormant secara massal tanpa pertimbangan matang bagai membabat rumput liar dengan traktor berat di taman bunga. Yang hilang bukan hanya rumput liar, tapi semua bunga indah yang ditanam dengan susah payah. *Jangan sampai niat mulia memberantas kejahatan malah menjadi bumerang yang meruntuhkan kepercayaan dan stabilitas sistem keuangan yang telah dibangun puluhan tahun.* Saatnya berpikir ulang, dan bertindak lebih arif.

Editor : Sigit Pamungkas

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network