KOTAWARINGIN BARAT, iNewsKobar.id - Kasus sengketa tanah di Gang Rambutan Jalan Padat Karya Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) Kalteng kembali mencuat.
Kasus sengketa tanah yang selama ini dikenal sebagai lokasi balai benih Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kobar sudah terjadi sejak 2011 lalu. Dua belah pihak yang bertikai adalah para ahli waris Brata Ruswanda dengan Pemkab Kotawaringin Barat.
Rabu 19 Juni 2024 sekira pukul 09.00 WIB, ahli waris Brata Ruswanda kembali membuat pagar berduri di atas tanah dengan luasan sekitar 10 hektare.
Kuasa Hukum Ahli Waris Brata Ruswanda, Poltak Silitonga mengatakan, saat ini dirinya ditunjuk sebagai kuasa hukum ahli waris Brata Ruswanda.
“Hari ini kami kembali memasang pagar berduri dilokasi lahan seluas 10 hektare yang dimiliki ahli waris Brata Ruswanda di Gang Rambutan Jalan Padat Karya Pangkalan Bun,” ujar pengacara yang sering dipanggil PH Jepang ini di lokasi lahan, Rabu 19 Juni 2024.
“Jika ada yang melepas atau merusak akan kami proses hukum,” imbuh PH Jepang.
Untuk diketahui kasus sengketa tanah milik Waris Brata Ruswanda suas 10 hektare ini diduga diserobot dengan cara memalsukan SK Gubernur. Kasus ini mulai mencuat ke publik sejak tahun 2011 silam.
Kronologisnya, berawal dari tanah seluas 10 hektare yang pada tahun 1960 yang dimiliki almarhum Brata Ruswanda saat menjabat Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan di Pangkalan Bun di Kotawaringin Barat tahun 1963.
Namun pada tahun 1973 surat tanah ini dibuatkan SKTMA atau surat keterangan adat oleh Lurah atau Desa setempat.
Dan kemudian setelah surat ini jadi beliau di mutasi tugas ke Provinsi Kalteng menjadi Kasi Bina Usaha Tani di Dinas Provinsi di Kota Palangka Raya.
Saat tanah ditinggal, Kepala Dinas yang juga atasannya di Provinsi mengajukan permohonan untuk pinjam pakai.
“Jadi tanah ini dipinjam pakai oleh Dinas Pertanian untuk Balai Benih lalu dibuatkanlah surat perjanjian. Dimana perjanjian itu mengatur bila sewaktu-waktu tanahnya diperlukan oleh Brata Suwanda maka perjanjiannya gugur seketika.”
Ia melanjutkan, menjelang Brata Suwanda pensiun sekitar tahun 1982, kembali ke Kotawaringin Barat dan saat tanah tersebut akan kembali dikuasai ternyata sudah ada banyak bangunan. “Ada bangunan rumah, kolam dan gubuk-gubuk.”
Kemudian pada tahun 2000 perintah memiliki program pembangunan jalan lalu dibangunlah jalan persegi di atas tanah tersebut. “Sehingga ada tanah yang terpisah dari tanah tengah karena di pisah oleh jalan dan akhirnya bersengketa sampai sekarang.”
Editor : Sigit Pamungkas