get app
inews
Aa Text
Read Next : Sah, Enam Ranperda Resmi  Menjadi Perda di Kobar, Salah Satunya Perda Pasar Rakyat

Indra Kencana: Laksana Kapal yang Kian Tenggelam di Pelabuhan Kenangan

Senin, 14 Juli 2025 | 10:46 WIB
header img
Pasar Indra Kencana Pangkalan Bun kini tampak sepi tak seperti dulu. Runtuhnya kejayaan pasar ini lantaran kalah dengan jual beli online yang lebih murah dan praktis./FOTO: Cak Hadi

KOTAWARINGIN BARAT, iNewsKobar.id - Pangkalan Bun Kotawaringin Barat Kalteng punya jantung. Berdetak di pusat kota. Namanya Pasar Indra Kencana

Dahulu, ia bukan sekadar pasar. Ia Happy Zone. Sebuah julukan manis yang melekat seperti nama kecil pada anak kesayangan. Lantai puncaknya adalah surga kecil. Arena tawa anak-anak yang memecah kesunyian langit-langit beton. "Happy Zone" – dua kata itu dulu menggema, menjadi magnet bagi mata berbinar dan kaki kecil yang tak sabar menaiki tangga.

Ah, dua ribuan awal! Masa itu. Indra Kencana bagai kapal pesiar megah yang baru berlayar. Pelabuhannya ramai bukan kepalang. Bukan hanya warga Pangkalan Bun. Orang-orang dari Lamandau, menyusuri sungai waktu. Dari Sukamara, membawa debu jalanan. Bahkan dari Manismata, jauh di ujung sana. Semua berlabuh di sini. Untuk belanja kebutuhan hidup, atau sekadar transit  sebelum meneruskan pelayaran mudik, entah lewat sayap besi Bandara Iskandar atau geladak kayu Pelabuhan Panglima Utar Kumai.

Di sekeliling kapal besar ini, lebah-lebah kuning sibuk hilir mudik. Angkot kuning. Mengitari Indra Kencana, depan-belakang, seperti ikan kecil yang setia mengiringi paus. Mereka mengangkut penumpang dan cerita, bolak-balik tanpa lelah.

Dian, salah satu penumpang setia kapal ini, matanya berkaca-kaca mengenang. ", -  . j -    Z  . ,     ," ujarnya, 

 

suaranya seperti daun kering tertiup angin kenangan. Sentimen serupa terpancar dari Lutvy, yang kini dewasa. 

"  ...  . j       .     . ,     !" Kenangannya masih utuh, seperti foto lama yang tak pudar.

Dan aroma apa itu? Manis, dingin, membius. Ah, legenda! Di tengah hiruk-pikuk itu, terselip kenikmatan bernama Es Kolak Bu Dhe. "   ,   ! ... , ! ,  ,  ," 

Eliza menyeringai, lidahnya seakan masih merasakan sisa-sisa kelezatan itu. Uniknya, Bu Dhe sang penjual, tetap misteri. Namanya hanya "Bu Dhe" sebuah panggilan penuh rasa yang lebih mengena daripada nama resmi. Esnya yang melegenda, namanya lebih terkenal daripada sang empunya.

Namun kini... Kapal besar itu terasa diam. Terlalu diam. Angin zaman berubah arah, membawa badai bernama  . Indra Kencana, kapal yang dulu gagah, kini seperti kandas di tepian. Lantai dasarnya masih mengerang, beberapa kios bertahan seperti prajurit terakhir. Tapi naiklah ke atas. Lantai dua: kios-kios bagai mulut menganga, kosong, gelap. 

"Gigi ompong di rahang pasar," bisikku. Dan puncaknya? Lantai tiga, sang  Happy Zone ... Sunyi senyap. Suara tawa anak-anak telah diganti derit pintu yang jarang dibuka dan debu yang menari di sinar matahari temaram yang menyelinap dari jendela kotor. Arena bermain itu kini lebih mirip museum kenangan yang tak terurus.

Pasar kebanggaan warga Pangkalan Bun ini memang kian sepi. Bisakah ia bangkit? Ataukah ia akan menjadi bangkai kapal megah yang hanya hidup dalam kenangan, seperti Es Kolak Bu Dhe yang mungkin tinggal cerita? Waktu yang akan menjawab. Tapi satu yang pasti, ruhnya, kenangannya, tetap melekat di hati mereka yang pernah merasakan denyutnya, yang pernah tertawa di Happy Zone , dan yang pernah merasakan manis-dinginnya Es Kolak sang legenda tanpa nama. Indra Kencana mungkin redup, tapi cahaya kenangannya takkan mudah padam. Ia telah menjadi bagian dari pelabuhan jiwa warga Pangkalan Bun.

 

 

Editor : Sigit Pamungkas

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut