get app
inews
Aa Read Next : Polisi Jaga Ketat Kedatangan Tinta dan Segel Plastik di KPU Pontianak Kalbar

Menilik Upacara Tiwah, Ritual Sakral Suku Dayak di Kalimantan

Sabtu, 21 Mei 2022 | 08:44 WIB
header img
Keunikan upacara Tiwah Suku Dayak, Kalimantan, menarik untuk diketahui. Tiwah merupakan upacara kematian di Suku Dayak yang juga penganut Hindu Kaharingan serta bagian dari kepercayaan turun temurun/Foto: Antara

KALBAR, iNews.id - Keunikan upacara Tiwah Suku Dayak, Kalimantan, menarik untuk diketahui. Tiwah merupakan upacara kematian di Suku Dayak yang juga penganut Hindu Kaharingan serta bagian dari kepercayaan turun temurun. 

Suku Dayak memiliki keyakinan bahwa kematian perlu disempurnakan melalui ritual lanjutan agar roh bisa hidup tenteram bersama Ranying Hatalla atau sang pencipta di lewu tatau (surga). 

Inilah tujuan upacara Tiwah, mengantar arwah ke lewu tatau. Selain itu, Tiwah juga bertujuan sebagai melepas sial bagi keluarga yang ditinggalkan, bentuk penghormatan kepada roh, serta tanda bakti kepada para leluhur. 

Upacara Tiwah tergolong ritual yang membutuhkan banyak biaya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan persyaratan, seperti menyediakan makanan, hewan untuk dikorbankan, dan sesaji.

Makanan dan daging disajikan untuk tamu dan membuat sesaji untuk roh leluhur dan roh halus.  Oleh karena itu, upacara Tiwah biasanya digelar untuk beberapa jenazah, melainkan bisa sampai puluhan. 

Ikut Tradisi Nugal Padi Suku Dayak di Sintang Kalbar Prosesi ritual Tiwah biasanya dibimbing basir (pemimpin adat) dan dilaksanakan selama 7 hingga 40 hari.  Dalam upacara ini, kerangka jenazah diambil dari liang lahat dan dibersihkan, kemudian diletakkan di Sandung, sebuah rumah kecil terbuat dari kayu bulat utuh dengan ukuran sekitar 9x12 meter persegi.  

"Ritual Tiwah Sandung Runi dan Tiwah Sandung Tulang: Studi Kasus Keluarga Gi dan Keluarga Ru Di, Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan", sebelum kerangka jenazah diletakkan di Sandung, ada beberapa ritual yang harus dilalui, yakni tarian, suara gong, bukung, dan lainnya.

Terdapat tiga ritual puncak dalam Tiwah, yakni Manyambut Laluhan, Tabuh I, dan Tabuh II. Manyambut Laluhan merupakan proses menjemput tamu atau keluarga dari jenazah. 

Dalam proses itu, tamu disambut oleh tuan rumah di pagar dengan disuguhi minuman sambil melempar beras. Setelah itu, melakukan tarian Manganjan dan bernyanyi bersama sambil mengelilingi sangkairaya sebanyak tiga kali.  

Sangkairaya merupakan tempat menyimpan persembahan untuk Ranying Hatalla. Sangkairaya dikelilingi 18 Sapundu, patung yang diukir berbentuk manusia untuk mengikat hewan yang akan dikorbankan, seperti sapi dan kerbau. 

Pada ritual Tabuh I dan Tabuh II, hewan yang dikorbankan diikat di sapundu lalu ditusuk menggunakan tombak oleh keluarga yang berduka. Hewan ditombak hingga jatuh tersungkur dan mati.  Beberapa orang lalu melemparkan butiran beras ke hewan tersebut sebagai wujud doa agar korban mereka diterima sang pencipta. 

Setelah mati, kepala hewan baru disembelih. Penggalan kepala hewan dikumpulkan menjadi satu di sangkairaya untuk disajikan kepada roh. Sementara dagingnya dimasak dan dibagikan kepada masyarakat. Ada beberapa pantangan selama prosesi Tiwah, misalnya beberapa jenis ikan dan sayuran tidak boleh dibawa apalagi dihadirkan. 

Apabila dilanggar maka akan dikenakan sanksi adat. Ritual upacara kematian khas Suku Dayak ini menjadi daya tarik tersendiri, tidak saja bagi masyarakat lokal, wisatawan domestik, tapi juga turis asing.  

Karena keunikannya, upacara Tiwah dimasukkan dalam daftar Warisan Budaya Tak Benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2014. 


 

Editor : Sigit Pamungkas

Follow Berita iNews Kobar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut