JAKARTA, iNewsKobar.id - Mantan Bupati Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng Ujang Iskandar diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat 14 Juli 2023.
KPK memeriksa Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem tersebut sebagai saksi kasus dugaan suap pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.
Selain Ujang Iskandar, tim penyidik KPK juga memanggil PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Kapuas, Sidik dan tenaga honorer Setda Kabupaten Kapuas, Hermanus.
Mereka juga akan diperiksa dalam kasus yang sama. “Pemeriksaan dilakukan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada kav.4 Setiabudi, Jakarta Selatan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat.
Dalam kasus ini, KPK telah menahan Bupati Kapuas, Ben Brahim S Bahat dan Anggota DPR Fraksi NasDem Ary Egahni Ben Bahat selama 20 hari ke depan.
Upaya paksa penahanan ini dilakukan setelah Ben dan Ary diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan pemotongan anggaran yang seolah-olah dianggap utang dan suap.
“Untuk kepentingan penyidikan maka kami melakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak hari ini 28 Maret 2023 sampai dengan 16 April 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (28/3) silam.
Ben Brahim selaku Bupati Kapuas diduga menerima fasilitas dan uang, dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten Kapuas termasuk dari pihak swasta. Sedangkan istrinya Ary yang merupakan Anggota Komisi III DPR RI, diduga aktif ikut campur dalam proses pemerintahan. Ary Egahni diduga turut memerintahkan beberapa Kepala SKPD untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dalam bentuk pemberian sejumlah uang dan barang mewah. “Fasilitas dan uang digunakan untuk operasional pemilihan calon Bupati Kapuas dan Gubernur Kalteng termasuk pemilihan anggota legislatif yang diikuti istrinya tahun 2019,” ucap Johanis.
Johanis menyebut, Ben beserta istri diduga menerima suap dari pihak swasta sebesar Rp 8,7 miliar terkait izin lokasi perkebunan. KPK akan terus mendalami dalam proses penyidikan. “Jumlah uang suap ini sekitar Rp 8,7 miliar yang antara lain digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional,” urai Johanis. Ben dan Ary disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Sigit Pamungkas
Artikel Terkait